!!!!!!
1. Allah mewajibkan kita
banyak-banyak berdoa kepada-Nya, dan menjanjikan serta menjamin untuk
mengabulkan doa para pendoa. Dan tentu saja kita wajib meyakini dan
mengimani janji serta jaminan itu sebagai sebuah kepastian, karena itu
janji dan jaminan dari Allah Yang Maha Menepati janji.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
sesungguhkan Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia (benar-benar) berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah:
186).
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan
(doa) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong diri dari beribadah
(berdoa) kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”
(QS. Al-Mukmin/Ghaafir: 60).
“Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku,
berilah aku dari sisi Engkau sebuah keturunan yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar doa” (QS. Ali-Imraan: 38).
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua
(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar
(Memperkenankan) doa” (QS. Ibrahim: 39).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:َ
“مَنْ لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ” (رواه الترمذي).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang tidak memohon (berdoa)
kepada Allahmaka Allah justru akan murka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi).
2. Doa adalah ibadah yang wajib kita
tunaikan. Tapi ia sekaligus juga merupakan kebutuhan asasi kita. Disatu
sisi karena ia sebagai bukti pengakuan akan kekurangan, kelemahan dan
keterbatasan diri kita sebagai hamba yang fakir dan selalu butuh kepada
Dzat Yang Maha Kaya, Allah Ta’ala (sehingga hanya orang sombong saja
yang tidak mau meminta, memohon dan berdoa).
Dan disisi lain doa juga sebagai salah satu solusi jitu, jalan keluar
terbaik dan sarana perlepasan termanjur dari berbagai himpitan
kebutuhan, persoalan dan problematika hidup. Karena berdoa juga berarti
mengadu dan curhat. Maka jika seseorang acapkali merasa ringan bebannya
dan menjadi plong hanya karena menemukan orang yang bersedia
mendengarkan keluhan, pengaduan dan curhat-nya, maka bagi kita orang
beriman, tentulah hanya Allah Tempat mengeluh, mengadu dan curhat
terbaik.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ { وَقَالَ
رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ } قَالَ: “الدُّعَاءُ هُوَ
الْعِبَادَةُ” وَقَرَأ:َ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ}
إِلَى قَوْلِهِ { دَاخِرِينَ } (رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجة وأحمد،
وقَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ).
Dari Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang
firman Allah: “Dan Tuhan-mu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Aku kabulkan (doa) bagimu.” [QS Ghafir: 60], Beliau bersabda: “Doa
adalah ibadah”, beliau lalu membaca: “WA QAALA RABBUKUM UD’UUNII ASTAJIB
LAKUM” (Dan Tuhan-mu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Akuu
kabulkan (doa) bagimu) sampai akhir ayat: “DAAKHIRIIN.(dalam kedaan hina
dina)” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Abu Isa
[At-Tirmidzi] berkata: Hadits ini hasan shahih).
“Hai manusia, kamulah yang fakir (selalu butuh) kepada Allah, sedangkan
Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak butuk apapun dan kepada siapapun)
lagi Maha Terpuji” (QS. Faathir: 15).
”Ingatlah, kamu ini orang-orang yang
diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu
ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan
kalianlah orang-orang yang fakir (selalu butuh kepada-Nya). Dan jika
kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain;
dan mereka tidak akan seperti kamu ini” (QS. Muhammad: 38).
”Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan
kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu
tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 86).
3. Namun wajib dipahami bahwa, janji
dan jaminan pengabulan doa itu berlaku, ketika doa dipanjatkan secara
benar dengan sesuai syarat-syaratnya. Maka ketika sebuah doa benar-benar
tertolak dan benar-benar tidak terkabul, maka pasti penyebabnya adalah
karena adanya syarat yang tidak terpenuhi, atau adanya faktor yang
menghalangi.
Dan diantara syarat-syarat dan faktor-faktor terkabulnya doa adalah:
1-Ikhlas
2-Sungguh-sungguh
3-Yakin dikabulkan
4-Husnudz-dzan kepada Allah
5-Sabar tidak terburu-buru alias tidak cepat mutung
6-Tawakkal menyerahkan penuh kepada Allah tentang bentuk dan waktu pengkabulan doanya
7-Serta tidak mendikte Allah harus
mengabulkan doa persis sesuai keinginan sang pendoa (karena Allah-lah
Yang Maha Tahu tentang yang paling maslahat bagi kita, sedang kita tidak
tahu!)
8-Menyertai doa dengan usaha riil secara optimal dan maksimal sebagai bukti kesungguhan doanya, dan lain-lain.
Sedangkan faktor-faktor penghalang terkabulnya doa, antara lain:
1-Kebalikan semua syarat diatas
2-Berdoa dengan doa maksiat
3-Berdoa dengan doa pemutus tali silaturrahim
4-Mengonsumsi yang haram
5-Berbuat syirik
6-Meninggalkan kewajiban amar bil-ma’ruf dan nahi ‘anil-munkar, dan lain-lain.
”Katakanlah: “Tuhanku menyuruh berlaku adil”. Dan (katakanlah):
“Luruskanlah muka (diri)mu[533] di setiap shalat dan beribadahlah
(berdoalah) kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.
Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan, demikian pulalah
kamu akan kembali (kepadaNya)” (QS. Al-A’raaf: 29).
”Maka Kami mengabulkan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan
Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap
dan takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (QS.
Al-Anbiyaa’: 90).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “ادْعُوا اللَّهَ
وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا
يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ”. (رواه الترمذي).
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam
bersabda: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan,
dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”
(HR. At-Tirmidzi).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الْقُلُوبُ
أَوْعِيَةٌ وَبَعْضُهَا أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ فَإِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ أَيُّهَا النَّاسُ فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ
بِالْإِجَابَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ
ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ” (رواه أحمد).
Dari Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda: “Hati adalah ibarat bejana, dan sebagiannya lebih banyak
menampung daripada sebagian yang lain. Wahai manusia, jika kalian
memohon kepada Allah ‘azza wajalla, maka mohonlah kepada-Nya dengan
keyakinan bahwa permohonan itu bakal dikabulkan. Karena sesungguhnya
Allah Ta’ala tidak akan mengabulkan do’a seorang hamba yang
memanjatkannya dari hati yang lalai.” (HR. Ahmad).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
“يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ
إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي
وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ
تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ
تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي
يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku
selalu bersamanya jika ia mengingat/menyebut-Ku. Jika ia
mengingat/menyebut-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingat/menyebutnya
dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat/menyebut-Ku dalam suatu
perkumpulan, maka Aku mengingat/menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih
baik daripada mereka (perkumpulan malaikat). Jika ia mendekatkan diri
kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan
jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri
kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku
mendatanginya dalam keadaan berlari.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “يُسْتَجَابُ
لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي”
(متفق عليه).
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “(Do’a) salah seorang diantara kalian pasti akan dikabulkan
selagi ia tidak terburu-buru, dengan mengatakan; ‘Aku telah berdoa,
namun tidak kunjung dikabulkan.’ (HR.Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: “لَا يَزَالُ
يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ
مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ” قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ
قَالَ: “يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ
لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ” (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau
bersabda: “Doa seorang hamba senantiasa akan dikabulkan selama ia tidak
berdoa untuk perbuatan dosa ataupun untuk memutuskan tali silaturahim
dan tidak tergesa-gesa.” Seorang sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah,
apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? ‘ Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: ‘Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah
apabila orang yang berdoa itu mengatakan; ‘Aku telah berdoa dan terus
berdoa tetapi tidak kunjung dikabulkan juga’. Setelah itu, iapun merasa
putus asa (mutung) dan tidak mau berdoa lagi.’ (HR. Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:َ “أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ
أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ { يَا
أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ” (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia
tidak akan menerima melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang
diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul!
Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga
berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang
baik-baik yang telah Kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang
telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga
rambutnya kusut masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke
langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal,
makanannya dari sumber yang haram, minumannya dari yang haram,
pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram,
maka bagaimanakah mungkin akan dikabulkan doa orang seperti itu?.” (HR.
Muslim).
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ
أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ” (رواه الترمذي وابن ماجة وأحمد،
وقَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Al Yaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya
kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak, niscaya Allah
akan mengirimkan siksa dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian
berdoa kepada-Nya namun doa kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR.
At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Abu Isa (At-Tirmidzi) berkata: Hadits
ini hasan).
4. Yang sangat penting dipahami
adalah bahwa, terdapat 1001 macam, bentuk dan cara pengabulan doa!
Sementara kebanyakan orang hanya memahami satu saja bentuk dan cara
pengabulan doa. Yakni bahwa doa seseorang dikabulkan persis sesuai
permintaan, tepat diwaktu (timing) dan tempat yang “didiktekan” dalam
doanya! Sehingga ketika doanya tidak terkabul persis seperti itu,
biasanya ia langsung menganggap dan mengklaim serta bersuudzan bahwa,
doanya tidak didengar oleh Allah dan tidak dikabulkan. Padahal
sebenarnya dikabulkan, hanya saja ia tidak memahami, tidak mengetahui
dan tidak menyadarinya! Karena dikabulkan dengan cara lain, yang menurut
Allah Yang Maha Mengetahui, cara lain itu lebih maslahat baginya!
Jadi ketika doa serasa tidak terkabul, ada dua kemungkinannya: Pertama,
memang benar-benar tidak dikabulkan yang berarti tertolak, dan jelas
karena ada syarat yang tidak terpenuhi atau ada faktor yang menghalangi,
seperti telah disebutkan dimuka. Kedua, sebenarnya dikabulkan, namun
dalam bentuk atau dengan cara lain, yang tidak dipahami atau tidak
disadari oleh yang bersangkutan.
Dan secara garis besar, ada tiga bentuk
pengkabulan dan penerimaan doa seorang pendoa: Pertama, dikabulkan
secara umum sesuai dengan permintaan, meski waktu, tempat dan
detail-detail lainnya bisa saja berbeda-beda. Kedua, dikabulkan tapi
tidak sesuai dengan permohonan, melainkan diganti dengan yang lebih
baik, yakni berupa dihindarkan dari keburukan atau marabahaya yang
nilainya setara dengan yang diminta. Ketiga, diterima tapi tidak
diberikan di dunia, melainkan disimpan dan dicatat berupa pahala yang
setara dengan nilai doa dan permohonan.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Tapi boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Karena Allah Yang Mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).
أَنَّ عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ
حَدَّثَهُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: “مَا عَلَى الْأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ إِلَّا
آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا مَا
لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ” فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ
الْقَوْمِ إِذًا نُكْثِرُ قَالَ: “اللَّهُ أَكْثَرُ” (رواه الترمذي،
وقَالَ: وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ).
Bahwa ‘Ubadah bin Ash Shamit telah menceritakan kepada mereka bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang
muslimpun di muka bumi yang berdoa kepada Allah dengan sebuah doa,
melainkan Allah akan memberikan kepadanya (sesuai doanya), atau
memalingkan darinya keburukan yang setara dengan nilai doanya, selama ia
tidak berdoa dengan doa dosa atau pemutusan tali silaturrahim” Kemudian
ada seorang laki-laki dari orang-orang yang ada (di tempat) berkata:
jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja. Beliaupun
bersabda: “Allah lebih banyak pemberiannya.” (HR. At-Tirmidzi, dan
beliau berkata; Ini adalah hadits hasan shahih).
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو
بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ
اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ
وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ
عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا”، قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ قَالَ: “اللَّهُ
أَكْثَرُ” (رواه أحمد والحاكم).
Dari Abu Sa’id berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada seorang muslimpun yang berdoa dengan suatu doa yang tidak
mengandung dosa atau pemutusan tali silaturrahim, kecuali Allah akan
memberinya tiga kemungkinan; disegerakan pengabulan doanya (di dunia
ini), atau disimpan pahalanya untuknya untuk (diberikan) di akhirat,
atau ia dijauhkan dari keburukan yang setara nilainya”. Para sahabat
berkata: “Jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja”,
beliau bersabda: “Allah memiliki yang lebih banyak (sebagai balasan dan
pengkabulan” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
5. Karena ketidaktahuan itu, sering
sekali kita meminta apa-apa yang kita sangka baik atau lebih baik,
maslahat atau lebih maslahat, baik dalam hal jenis dan macamnya, atau
caranya, atau timing-nya, atau tempatnya, dan lain-lain. Padahal
sebenarnya, dalam ilmu Allah Yang Maha Tahu tidaklah demikian. Maka
Allah-pun, saat berkehendak mengabulkan doa kita, mengabulkannya sambil
atau setelah “meralat” doa kita menjadi yang benar-benar lebih baik dan
lebih maslahat bagi kita. Misalnya seseorang berdoa minta jodoh A, tapi
“diralat” dengan diberi jodoh B atau C yang hakekatnya dalam ilmu Allah
lebih baik dan lebih maslahat baginya. Atau suami-istri berdoa minta
anak perempuan, tapi “diralat” dengan diberi anak laki-laki, karena
Allah Maha Tahu, mereka lebih mampu mendidik anak laki-laki, atau
sebaliknya. Atau seorang pedagang berdoa meminta untung sekian hari ini,
tapi “diralat” dengan diberi kurang dari permintaannya itu, karena jika
diberi persis sesuai permintaannya justru lebih madharat baginya. Dan
begitu seterusnya.
Lalu yang juga paling sering terjadi,
“ralat” itu tertuju pada waktu dan “timing” pengkabulan doa. Dimana
seseorang berdoa meminta sesuatu hari ini misalnya, tapi “diralat” dan
diberi besok, atau minta pekan ini, tapi “diralat” dan dikabulkan pekan
depan atau pekan depannya lagi, atau meminta pada bulan atau tahun ini,
namun “diralat” dan baru dikabulkan pada beberapa bulan atau beberapa
tahun berikutnya. Dan bahkan ada yang doanya “diralat” “begitu ekstrem”
sehingga baru dikabulkan justru setelah yang bersangkutan tiada,
sehingga yang menerima dan merasakan pengkabulan doa tersebut adalah
anak cucu yang bersangkutan. Mungkin disini penting kita mengambil ibrah
dari pengkabulan doa Nabi Ibrahim ‘alahissalam yang baru terjadi
setelah berabad-abad berlalu dari saat doa dipanjatkan. Yakni doa beliau
seperti dalam QS. Al-Baqarah: 129, yang baru dikabulkan oleh Allah
dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi
dan rasul terakhir, seperti disebutkan para ulama tafsir.
Nah adanya “ralat-ralat” inilah yang biasanya menjadi salah satu faktor
penyebab ketidaksabaran, suudzan dan sikap mutung (ngambek) dari banyak
pendoa, serta sekaligus menjadi salah satu penghalang utama terkabulnya
doa-doa berikutnya!
6. Karena kondisi dan situasi saat
ini, sangat boleh jadi kebanyakan doa kita justru “diralat” dan
“dialihkan” ke bentuk dan jenis kedua dari pengkabulan doa yang
disebutkan dalam hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Abu Sa’id Al-Khudri
diatas. Yakni banyak dan beragamnya potensi keburukan dan marabahaya
yang mengancam setiap kita setiap saat di zaman sekarang, sangat boleh
jadi telah menjadi faktor penyebab utama “peralatan” dan “pengalihan”
itu. Dimana doa-doa kita dengan beragam tujuan dan kepentingan, meskipun
memenuhi syarat, “terpaksa” tidak dikabulkan sesuai tujuan dan
kepentingannya, melainkan “dipakai” untuk menghindarkan dan
menyelamatkan kita dari berbagai potensi keburukan dan marabahaya yang
bisa terjadi sewaktu-waktu setiap detik! Khususnya bagi kita yang jarang
berdoa dengan doa-doa perlindungan diri. Namun kebanyakan kita tidak
memahami dan tidak menyadari hal itu.
7. Dan tentu saja ujian penerimaan
dan pengkabulan doa terberat adalah bentuk ketiga seperti dalam hadits
diatas. Yakni, karena hikmah dan ke-Maha Tahu-an Allah, doa-doa kita
tidak dikabulkan dengan bentuk pengkabulan apapun di dunia, melainkan
disimpan dan dicatat sebagai pahala amal yang setara dengan nilai
doa-doa itu, yang baru akan diberikan di akhirat, untuk memperberat
timbangan amal kita nanti. Memang ini berat sekali di dunia, tapi nanti
mungkin setiap kita membayangkan dan menginginkan andai seluruh doa yang
dipanjatkannya di dunia tidak ada yang dikabulkan di dunia, melainkan
ditambahkan sebagai pemberat timbangan amal shalih yang paling ia
butuhkan saat itu!