Selasa, 12 Juni 2012

3 Warna Cinta dalam Hidup Kita

3 WARNA CINTA DALAM HIDUP KITA


Ilustrasi dari Inet
Saudaraku…
Syekh Mustafa Siba’i rahimahullah menyebutkan bahwa cinta memiliki 3 warna:
Cinta Ilahi, cinta insani dan cinta hewani.
Cinta Ilahi, lahir dari ketundukan seorang hamba kepada Zat yang dicintainya dan buah dari rasa syukur terhadap anugerah-Nya.
Cinta Insani, merupakan buah dari kesetiaan seseorang terhadap saudara yang dicintainya dan penghargaan terhadapnya.
Cinta hewani, cinta yang memperdayakan pemiliknya dan melahirkan malapetaka bagi yang dicintainya.
(hakadza ‘allamatnil hayat).
Saudaraku..
Tak terbayangkan, jika hidup kita tanpa cinta. Tentu kehidupan kita menjadi gelap tanpa pelita. Langit-langit hati kita menjadi mendung dan berawan, yang tak pernah menghadirkan hujan dalam kehidupan. Bumi jiwa kita kering kerontang, tanpa pernah diguyur air kehidupan.
Hidup terasa hampa, monoton tak berwarna. Alur perjalanan hidup bagaikan tanpa arah dan tujuan. Tiada motivasi untuk mengukir prestasi. Tiada gairah untuk meneruskan langkah perjalanan hidup. Keceriaan sirna. Kebahagiaan hidup lenyap. Kelelahan jiwa bertumpuk. Penderitaan hati menggumpal. Luka-luka di tubuh terasa menganga dan perih tak terkira. Seulas senyum, kaku untuk dihadirkan. Dan hidup seolah-olah bernafas dalam lumpur. Menatap dalam debu.
Saudaraku…
Karena cinta, kita terinspirasi untuk berbuat yang terbaik. Bertahan dalam kesulitan. Sabar dalam menghadapi ujian. Tsabat dalam perjuangan. Ikhlas dalam membantu. Tulus dalam memberi. Senang dalam berbagi. Terpacu untuk berprestasi.
Apalah arti baju jabatan yang kita kenakan. Permaisuri cantik jelita yang menemani hidup kita. Harta kekayaan yang bertaburan. Emas permata, intan dan mutiara yang memenuhi ruangan. Kebun karet dan sawit yang terbentang luas. Popularitas yang terus meroket. Kedudukan dan tempat yang luas di hati masyarakat dan yang senada dengan itu. Jika hati kita sepi dari cinta. Jika jiwa kita kering dari kasih sayang.
Saudaraku…
Cinta Ilahi adalah cinta seorang mukmin terhadap Rabb-nya.
Cinta Ilahi, hendaknya melebihi cinta kita kepada anak-anak permata hati kita, permaisuri hati kita, orang tua kita, karib kerabat kita, orang-orang dekat kita dan seluruh manusia. Juga melebihi cinta kita terhadap harta benda, simpanan berharga, sawah ladang, dan barang-barang berharga lainnya milik kita.
Cinta Ilahi tumbuh saat kita tunduk, patuh, pasrah, merasa lemah di hadapan-Nya. Dan berbuah saat kita mengenang anugerah, nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung yang telah dikucurkan kepada kita.
Nikmat hidup, kebebasan dalam beribadah, keindahan pekerti, sehat, kran-kran rezki yang terbuka. Pasangan hidup dan anak keturunan yang manis dan lucu. Kemudahan memperdalam ilmu pengetahuan, dibentangkan-Nya ladang amal shalih dan sawah tempat menanam benih amal ketaatan.
Anugerah usia hingga saat ini. Dicintai banyak sahabat dan saudara di jalan-Nya. Sabar dalam menjalani hidup. Qana’ah dalam menerima garis takdir-Nya. Dijauhkan dari hutang dan tanggungan kepada orang lain. Dan yang senada dengan itu.
Jika kita mencoba untuk menghitung karunia, nikmat dan pemberian-Nya kepada kita. Niscaya kita tak akan sanggup menghitungnya. Walaupun sekarang sudah tersedia alat hitung yang super canggih. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat-Nya.” S. Ibrahim: 34.
Dengan mengenang berbagai nikmat dan karunia pemberian-Nya dan kita mampu berterima kasih kepada-Nya dengan hati, ucapan dan perilaku kita. Akan melahirkan rasa tunduk dan pasrah pada hukum-hukum-Nya. Memelihara dan menjaga rambu-rambu-Nya. Mengabdi dan beribadah kepada-Nya dengan rasa cinta dan pengagungan.
Kita mengabdi kepada-Nya untuk mengharap wajah-Nya, bukan wajah selain-Nya. Mendamba pujian-Nya dan bukan pujian makhluk-Nya. Mengharap balasan-Nya dan bukan balasan dari hamba-Nya yang lemah.
Generasi terbaik umat ini, para sahabat dan generasi sesudahnya telah membuktikan cinta mereka kepada Allah Swt. Jiwa, raga, harta, waktu dan segala apa yang mereka punya telah dikorbankan demi mengecap cinta Ilahi. Demi meraih cinta sejati. Demi menggapai kebahagiaan abadi. Di akherat nanti.
Saudaraku..
Cinta Insani adalah cinta seseorang terhadap saudara dan sahabatnya. Atau dengan ungkapan yang familiar di telinga kita; persaudaraan Islam, persahabatan Iman.
Suatu ikatan persaudaraan yang didasari cinta karena Allah. Dibangun di atas pondasi ketaatan pada Ilahi.
Persaudaraan yang tumbuh karena akidah yang satu. Bukan tercipta karena kepentingan dan kebutuhan sesaat seperti koalisinya partai politik, walau tidak semua demikian. Bukan pula terjalin karena melihat penampilan fisik, seperti ketampanan dan paras yang menarik. Bukan pula harta benda yang menjadi pijakannya. Atau manfaat dan nikmat duniawi lainnya.
Ukhuwah imaniyah adalah cinta yang tak mengenal musim. Panas, dingin, hujan, kemarau, berawan, berdebu, petir dan seterusnya. Ia akan langgeng dan abadi.
Ia akan setia dalam keadaan yang bagaimanapun jua. Sehat atau sakit. Suka maupun duka. Kaya atau miskin. Bahagia maupun merana. Lapang ataupun sempit. Mudah ataupun sulit. Dan yang senada dengan itu.
Dan ukhuwah imaniyah, yang didasari cinta karena Allah inilah yang pernah dipraktekkan oleh para sahabat dan generasi terbaik setelahnya dan ditulis oleh sejarah dengan tinta emas. Yang sulit kita temukan di zaman kini.
Di mana kita bersahabat dan bersaudara pada saat orang yang kita cintai dalam keadaan kaya, berparas menawan, senang, bahagia, berkedudukan, lapang, bergelimang nikmat, sehat dan yang seirama dengan itu.
Namun pada saat sahabat dan saudara kita dalam kesulitan, pailit, sakit, merana, dililit hutang, akrab dengan penderitaan dan seterusnya. Kita pun menghindar dan menghilang dari kehidupan mereka. Jika demikian bagaimana mungkin indahnya cinta dan persaudaraan iman dapat kita kecap dalam kehidupan kita?.
Saudaraku..
Cinta hewani adalah cinta yang dilandasi nafsu birahi. Yang dapat menyeret pemiliknya pada hubungan seksual terlarang.
Hasrat memenuhi tuntutan kebutuhan biologis merupakan fitrah yang Allah Swt tancapkan dalam diri kita. Dan bahkan ketika kita salurkan pada jalur yang benar dan sesuai dengan koridor syar’i melalui jalur pernikahan, maka hubungan seksual itu menjadi suci, penuh berkah dan ibadah yang bergelimang pahala.
Namun ketika hasrat birahi, tak diarahkan sesuai dengan aturan agama, maka ia menjadi bencana dan malapetaka bagi kita, keluarga, orang tua, masyarakat dan bahkan Negara. Menghitamkan wajah orang tua, mencoreng nama baik keluarga, menjadi aib di masyarakat dan menjadi kenistaan bagi sebuah Negara.
Hubungan seks terlarang, selingkuh, teman tapi mesra, kumpul kebo dan yang senada dengan itu, menghiasi media massa dan elektronik. Lagi-lagi atas nama cinta. Walaupun lebih tepat, bila kita katakan sebagai cinta hewani yang kotor dan tak bermartabat.
Ketika nafsu telah kita nobatkan sebagai raja, maka kemudahan, fasilitas, dan keluasan yang diberikan-Nya, bukan kita pergunakan untuk meraih cinta-Nya dan cinta sahabat di jalan Allah Swt. Tapi, justru kita pergunakan untuk memuluskan hasrat cinta hewani yang hina.
Maka kita tidak heran, jika jabatan, kedudukan, kekayaan dan kelapangan sering membuat orang lupa diri. Dan terjebak pada hubungan cinta terlarang. Cinta hewani. Yang akan membawa pada kesengsaraan abadi. Di akherat nanti.
Saudaraku..
Mari kita ciptakan keindahan hidup, dengan meraih cinta Ilahi, cinta sahabat sejati dan cinta fitrah insani yang suci. Wallahu a’lam bishawab.

0 komentar:

Posting Komentar